Sisi Lain dari Kehidupan Mewah (Review Buku Sisi Tergelap Surga, by Brian Khrisna)


 Judul               : Sisi Tergelap Surga

Penulis              : Brian Khrisna

Penerbit            : Gramedia Pustaka

Tahun Terbit    : Cetakan keempat belas : Juli 2025

Halaman           : 304 Hal

Karya lain dari penulis : The Matchbreaker, 23:59, Parable, Museum Of Broken Heart, Kudasai, This is Why I need You, The Book Of Almost, Merayakan Kehilangan, Bandung Menjelang pagi.



SINOPSIS 

Jakarta kerap menjadi pelabuhan bagi mereka yang datang membawa sekoper harapan. Mereka yang siap bertaruh dengan nasibnya sendiri-sendiri. Namun, kota ini selalu mampu melumat habis harapan dan menukarnya dengan keputusaasaan.

Pemulung, pengamen, pramuria yang menjajakan tubuh agar anaknya bisa makan, pemimpin-pemimpin kecil yang culas, lelaki tua di balik kostum badut ayam, pencuri motor yang ingin membeli obat untuk ibunya, remaja yang melumuri tubuh dengan cat perak, hingga mereka yang bergelut di terminal setelah terpaksa merelakan habis tergerus kejinya ibu kota.

Di Jakarta, semua orang dipaksa bergelut dan bertemput demi bisa hidup dari hari ke hari.

Dan di kampung inilah semua itu dimulai. Sebuah cerita tentang kehidupan irang-orang yang hidup di sisi tergelap surga kota bernama jakarta.


Review Buku

Seperti yang tertera pada sinopsis buku ini, bahwa seluruh latar tempat pada novel ini adalah di kampung kecil yang terletak di tengah tengah Kota Besar bernama Jakarta. Novel ini sangat hidup, karena penulis menceritakan apa adanya yang dia lihat dan beberapa cerita yang dia alami, tentang kehidupan yang sangat rumit dan berbagai cara bertahan hidup yang berbeda-beda. Buku ini, tidak memiliki daftar isi namun buku ini dimulai dengan bagian prolog di mana penulis akan menggambarkan secara ringkas setiap tokoh utama yang akan terlibat di setiap babnya.

Penulis sangat begitu cerdas memainkan emosi pembaca nya, sedih, muak, marah, silih berganti yang dirasakan saat membaca buku ini. Setiap tokoh yang digambarkan memiliki ujian hidup yang berbeda dengan cara bertahan yang berbeda beda dan itu semua dapat dengan mudah dijumpai disekitar kita. Saya tertarik dengan cerita Sobirin dan nunung (Istrinya) yang harus kehilangan anak satu-satunya karena tidak mampu membayar rumah sakit. Lebih sakit hatinya lagi, harusnya mereka mendapatkan bantuan kesehatan dari Dinas Sosial, tapi karena Lurah di kampung itu korup, sehingga semua yg ingin di daftarkan harus bayar. Kejadian ini, tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah-daerah kecil dengan minim pengawasan. Kesehatan, seperti menjadi bahan olok-olokan bagi seonggok manusia yang merasa mampu dan memiliki jabatan. Dan, masih banyak kisah-kisah lainnya yang lebih menyayat hati di buku ini, seperti seorang pelacur yang awalnya datang ke jakarta untuk memperbaiki kehidupan tapi ternyata tidak semudah itu dan karena harus bertahan hidup, pekerjaan yang gampang ia dapatkan adalah dengan melacur, cukup joget-joget di tempat karokean dan berujung ngangkang di mana saja asal gelap, dia dengan mudah mendapatkan sejumlah uang yang membuat dia bertahan hidup seminggu, sebulan dan setahun lagi di kota itu.

Selain itu, di buku ini juga menyinggung soal kepercayaan (agama), setiap tokoh memiliki kepercayaan masing-masing yang begitu kuat. Mereka masih mengingat tuhan dan beribadah, tiada henti mereka berdoa dan memohon ampun atas apa yang mereka perbuat demi untuk menyambung hidup mereka dan keluarga mereka, demi untuk mengangkat derajat keluarga mereka, demi untuk membeli obat ibunya. Seringkali, ucapan tuhan tidak mendengarkan dan tidak bergeming hanyalah ungkapan rasa kekecewaan yang terdalam atas hidup yang mereka alami. Saya teringat apa yang dikatakan Danag salah satu toko di buku ini :

"Kalau tuhan itu urusannya vertikal, ke atas. Bagaimana cara kita berlaku sama orang lain itu horizontal. Jadi, Tuhan itu urusannya sama diri sendiri. Sedosa-dosanya kamu, tetplah dirikan shalat. Sebab urusan salatnya diterima atau tidak, itu sudah bukan ranah manusia lagi, itu urusan Tuhan. Pokoknya tetap Shalat".

Alur cerita pada buku ini sangat rapi dan tidak membingungkan, namun disetiap bagiannya penulis masih menyisakan cerita yang akan dijelaskan dengan lengkap di akhir buku ini. Bahasa yang digunakan dalam buku ini juga sangat mudah untuk dipahami, meskipun masih ada bahasa jawa yang kerap digunakan oleh keluarga Sobirin, tapi itu tidak menyulitkan pembaca karena telah tersedia catatan kaki terjemahan bahasa daerah yang digunakan.


Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari semua tokoh yang diceritakan Brian, sang penulis, kita dapat mengambil beberapa pelajaran hidup, bahwa setiap manusia memiliki ujian hidup masing-masing, tergantung kita dapat bertahan atau mengakhiri hidup. Menurut saya di kehidupan ini yang kita cari hanya satu yaitu rasa "Kebahagiaan", Tapi, apakah bahagia itu ? apakah bahagia itu adalah uang ? apakah bahagia itu adalah jabatan ? itu semua tergantung sudut pandang kita melihat kehidupan dan bagaimana cara kita bersyukur. Saya teringat lagi kalimat tentang kebahagiaan dari kisah Badut ayam dibuku ini,

"Sederhanalah, maka sederhana itu pula caramu merayakan kebahagiaan".

Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca disemua kalangan, agar hal-hal yang mungkin tidak kita temui dikehidupan sehari-hari dapat kita temukan dibuku ini, meskipun hanya gambaran sederhana tentang kehidupan, tapi setidaknya dapat mengingatkan kita bahwa kehidupan itu bukan hanya sekedar bangun tidur, kerja, gajian, makan, kemudian tidur lagi. Tapi, cara bertahan hidup setiap orang dapat membuka mata kita bahwa tidak ada yang berhak menghakimi pekerjaan orang lain, status orang lain, dengan hanya berpatokan kita lebih baik/lebih suci dari dia/mereka. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehidupan Berkarir ala Riffa Sancati

PULANG